Jarak pagar (Jathropa curcas) menjadi sangat populer
ketika muncul sebagai energi ramah lingkungan. Biji-bijinya mampu menghasilkan
minyak campuran untuk solar. Selain dari jarak pagar, pada dasarnya minyak yang
dihasilkan dari tumbuh-tumbuhan dapat dijadikan bahan campuran solar, misalnya
kelapa sawit atau kedelai.
Dari percobaan
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), campuran solar dan minyak
nabati (biodiesel) memiliki nilai cetane
(oktan pada bensin) lebih tinggi daripada solar murni. Solar yang dicampur
dengan minyak nabati menghasilkan pembakaran yang lebih sempurna daripada solar
murni, sehingga emisi lebih aman bagi lingkungan.
Meskipun
percobaan baru dilakukan untuk minyak nabati dari bahan kelapa sawit, hal
tersebut dapat dilakukan juga untuk minyak jarak. Minyak mentah hasi perasan
biji kering akan diolah dengan proses trans-esterifikasi menggunakan methanol
untuk memisahkan air. Reaksi tersebut tergolong sederhana dan hanya diperlukan
sekitar 10 persen methanol. Hampir 100 persen minyak dapat dimurnikan, bahkan
menghasilkan produk samping gliserol yang juga bernilai ekonomi.
Secara teknis
prosesnya tidak jauh berbeda dengan pengolahan minyak goreng. Hanya saja,
pasokan bahan baku minyak nabati masih terbatas. Kelapa sawit masih ekonomis
diolah menjadi minyak goreng meskipun minyak mentahnya (CPO) yang berkualitas
rendah berpotensi untuk diolah menjadi biodiesel.
Jika
dibandingkan, jarak pagar mungkin lebih berpotensi daripada kelapa sawit. Jarak
pagar yang dapat ditemukan di berbagai wilayah Indonesia baru digunakan sebagai
pagar hidup. Tumbuhan bergetah ini dapat tumbuh dimana saja, hidup di berbagai
kondisi tanah, dan tanah kekeringan, tidak seperti kelapa sawit, yang
membutuhkan lahan khusus, ketinggian daerah, dan factor iklim tertentu. Oleh
karena itu, diharapkan bahwa pengembangan jarak pagar tidak diarahkan untuk
merelokasi lahan subur, namun memberdayakan lahan kritis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar